Dut, badut, badut jaman sekarang
… mong, omong, omong, omong sembarang,
di televisi,di koran koran, di
dalam radio, di atas mimbar,
Para pengaku intelek, Tingkah
polahnya lebihi badut
Kaum pencuri tikus. Politikus
palsu saingi badut …
Di terik siang ini lagu “Badut”
yang dengan lantang dinyanyikan Iwan Fals, cukup membuatku tersenyum. Masa sih
para pengaku intelek dan politikus palsu di samakan dengan badut?.
Badut itu lucu?, buat sebagian anak kecil. Tapi buatku sewaktu kecil, melihat badut itu sama seperti melihat monster, menakutkan. Cuma karena make up nya badut saja yang lebih meriah, penuh warna warnI. Jadi menurutku badut itu adalah monster yang di lucu-lucu in ketika itu. Ya maklum saja nama nya juga anak kecil yang bebas berpendapat. Maaf ya Om badut bukan bermaksud untuk mendiskriminasikan profesi seorang badut. Seiring dengan beranjak nya umur dan pengetahuan tentu saja pendapatku tentang badut juga berubah.
Siang ini, Klienku (Seorang Pejabat PEMDA dan seorang Konsultan) ingin bertemu denganku di Taman Mini (TMII). Aneh?, Pikirku. Ketemuan kok di taman mini?, kenapa tidak di restauran atau di food court sebuah mall atau di tempat karaoke sekalian mumpung semua biaya entertain klien di tanggung oleh perusahaan.
Dengan alasan, Kalau hari biasa
di Taman Mini, enak Mas, tempat nya sepi, adem dan parkiran nya luas, jadi gak
buang-buang waktu nyari tempat parkir, coba kalau di mall, pas jam makan siang,
nyari parkiran nya saja sudah membuat kita stress, begitulah alasannya padaku.
Hehehe, iya juga sih, Jawabku singkat untuk menyenangkan hati klienku, karena
menyenangkan hati klien adalah bagian dari pekerjaanku, sebagai seorang sales
alat-alat berat.
Sambil makan siang dan basa basi,
kemudian urusan administrasi selesai dan masalah Fee yang dijanjikan oleh
perusahaan untuk klienku beres, akhirnya mereka pun pamit untuk pulang.
Dan aku … setelah membayar bon
makan di restauran tempat kami makan tadi, apalagi ya?. Mau balik lagi ke kantor
rasa nya malas banget, belum apa-apa sudah terbayang super macetnya jalan
Thamrin-Sudirman. Ah, Nanti sore saja telepon Boss, laporan kalau pertemuanku
dengan klien tadi telah berjalan lancar dan nampaknya mereka senang dengan
janji fee yang akan perusahaan kami berikan apabila pembelian dan penyewaan
alat-alat berat untuk proyek perbaikan jalan jatuh ke perusahaanku.
Selesai laporan ke Boss, langsung saja pulang ke rumah, gak usah balik ke
kantor lagi. Hm, mantap !, akhirnya ketemu juga solusinya agar aku bisa
santai-santai dulu di Taman Mini.
Di bawah pohon rindang yang
besar, aku coba untuk menenangkan pikiran dari segala urusan pekerjaan yang
telah benyak menyita waktuku sehari-hari. Beberapa pedagang kopi dengan
menenteng-nenteng termosnya, menawarkan kopi, teh manis atau minuman panas
lainnya padaku, aku jawab terima kasih, karena aku baru saja selesai
makan. Mereka pun akhirnya berlalu dan membiarkan ku sendiri.
Ketika aku sedang menghayal kalau
sebentar lagi juga aku akan menerima komisi penjualan yang cukup lumayan
jumlahnya kalau proyek perbaikan jalan itu jadi memakai alat-alat berat dari
peusahaanku. Seorang badut kecil yang tiba-tiba saja sudah ada di depanku cukup
mengagetkanku dan membuyarkan hayalanku seketika itu juga.
“Om, Foto, Om … Foto sama badut,
Om !. Aku hanya bengong menatapnya.
Sedikit demi sedikit
senyumku pun akhirnya mengembang. Hehehe…foto sama badut?, buat apa?, seperti
gak ada kerjaan saja ?. Pikir ku dalam hati. Tapi…sekedar untuk menebus rasa
bersalahku sewaktu kecil yang menganggap badut itu sama dengan monster,
Hmm…boleh juga deh !, buat ‘nyeneng-nyenengin’ si badut kecil itu.
Dengan berbagai gaya yang di
lucu-lucuin badut kecil itu berfoto ria di sampingku. Sementara aku diam
saja tanpa ekspresi sedikitpun ketika Tukang foto amatir mulai menjepretkan
kamera nya. Selesai beberapa jepretan, aku pun membayarnya dan Tukang
foto amatir itu pun pergi. Akhirnya tinggal aku dan si badut kecil yang masih
duduk-duduk di bawah pohon rindang itu.
Badut kecil itu melepaskan riasan
topeng dan wig nya karena asesoris itu cukup membuatnya gerah. Dengan wajah
masih dipenuhi make up warna-warni yang tebal. Hehehe, dengan mimik wajahnya
yang polos, dipoles dengan make up badut, anak ini nampak lucu juga. Akhirnya
aku pun tersenyum. Sebuah senyum yang mahal di kala pikiranku stress memikirkan
pekerjaanku.
“Gak sekolah?.” Tanyaku sok
perduli, mencoba membuka obrolan kami berdua.
“Gak Om !.” Jawabnya acuh sambil
mengipas-ngipaskan wignya untuk mengusir gerah.
Dalam hati kecilku lantas saja
menyalahkan orang tua anak ini, yang dalam usia sekolah tapi telah membiarkan
anak ini kerja jadi badut dan tidak bersekolah.
“Gak sekolah, kamu mau jadi badut
terus?.” Tanyaku penasaran.
“Siapa juga yang mau jadi badut
terus?, aku cita-cita nya mau jadi anggota DPR, Om?.” Jawabnya mantap.
Wow, tinggi juga cita-cita anak
ini, bisikku dalam hati. “Terus kenapa gak sekolah?.” Tanyaku lagi.
“Lagi libur, Om … sebentar lagi
kan puasa ?.” Jawabnya santai.
“Puasa ?.” Kok aku gak ‘ngeh
kalau sebentar lagi puasa, bisik hatiku.
“Dalam rangka menyambut bulan
puasa, sekolah-sekolah diliburin, Om.” Badut kecil itu menerangkan.
“Lho, apa hubungan nya ?, Jadi
karena mau bulan puasa sekolah diliburin ?.” Tanyaku penasaran.
“Hehehe, gak tau tuh, Om !, aku
sih seneng aja sekolah diliburin, bisa nyari duit jadi badut.” Kata badut
kecil.
“Duitnya buat bayar sekolah ?.”
Tanyaku sok yakin.
“Gak juga !, sebagian aku kasih
‘emak, sebagian lagi buat jajan dan main PS, Om.” Jawabnya polos.
Hehehe, jawaban yang jujur dari
seorang anak kecil. Aku suka sekali anak kecil yang berani bicara jujur dan apa
adanya. Aku berharap semoga nanti kalau ia sudah dewasa sikap nya pun tidak
berubah, jujur dan apa adanya. Ah, aku berharap terlalu banyak, diriku pun
tidak bisa bersikap seperti itu apalagi ketika aku sebagai seorang sales yang
harus bisa menjual barang daganganku. Barang jelek, aku bilang, gampanglah itu
!, semua bisa diatur kok, yang pentingkan ada fee nya. Barang kurang bagus, aku
bilang bagus sekali. Barang bagus, sudah barang tentu harganya akan lebih mahal
dari yang lainnya. Kalau aku harus bicara jujur dan apa adanya, bagaimana
barang daganganku mau laku ?. Sebentar kerja saja, sudah pasti aku dipecat
karena penjualan tidak mencapai target.
“Bagaimana bisa jadi anggota DPR
kalau kerja nya main PS melulu ?.” Sindirku pada si badut.
“Loh !, jadi anggota DPR kan gak
perlu pintar, Om… yang penting berani, vokal dan banyak koneksi.” Jawab
nya meyakinkan.
“Kata siapa begitu ?.” Tanyaku
menyelidik.
“Bapak !.” Jawabnya lagi.
“Anggota DPR itu kan kerja nya : Datang, Duduk, Diam,Dengkur, terus Duit deh !, yang
diperlukan bukan kepintaran, Om… tapi cerdik dalam melihat semua peluang yang
ada.” Jawabnya mencoba menjelaskan kepadaku.
“Sok tahu kamu !.” Jawabku ketus.
“Ya jelas tahu, dong !, bapakku
itu kan kerja nya ‘klening serpis’ di gedung DPR, tiap pagi bapakku itu yang membersihkan ruangan
kerjanya dan menyuguhkan teh manis atau kopi buat bapak-bapak anggota DPR.”
Jawab nya tak mau kalah.
Aku diam kehabisan kata.
“Kata bapakku lagi, dalam rangka
menyambut bulan puasa ini bukan hanya sekolah-sekolah saja yang diliburin tapi
bapak-bapak anggota DPR juga diliburin, masa Reseskata bapakku dari tanggal 31 juli
sampai tanggal 15 agustus nanti, Om.” Jelas si badut lagi yang ingin membuatku
nampak bodoh karena tidak tahu informasi tentang itu.
“Wow, 2 minggu liburnya ?, enak
banget ya jadi anggota DPR ?.” Jawabku nampak polos.
“Maka nya tadi kan aku sudah
bilang , kalau sudah besar aku mau nya jadi anggota DPR saja !.” Jawabnya
mengingatkan aku.
“Terus kalau libur nya sampai 2
minggu dan rakyat ada masalah, mereka mau mengadu kemana ?.” Tanyaku
semakin
nampak bodoh.
“Gak tahu !, EGP, Om !. Jawabnya singkat.
EGP, EGP, EGP … aku berfikir sebentar untuk
mencerna kata-katanya. Hehehe, benar juga badut kecil
itu, EGP, Emangnya Gue Pikirin !. Bapak-bapak anggota DPR nya saja gak mikirin,
kenapa aku repot-repot memikirkan nasib rakyat. Huh, Dasar !. EGP !.
“Tapi, Om..emakku sepertinya gak
suka kalau aku punya cita-cita jadi anggota DPR.” Jelasnya sedih.
“Kenapa, emak mu melarang ?.”
Tanyaku menyelidik.
“Melarang sih gak, Om… tapi kata
emak, hidup aku lebih mulia sekarang jadi badut dari pada nanti kalau
jadi
anggota DPR.” Jelasnya menerawang.
“Kok emakmu bisa bilang begitu?.”
Tanyaku tak percaya.
“Ya, kata emak kalau sekarang aku
jadi badut kan kerja nya menghibur orang nanti kalau jadi anggota DPR
kerja nya malah nyakitin orang.” Jelasnya tambah sedih. “Emak
juga bilang, kalau pun aku terpaksa nanti jadi anggota DPR, jadi lah anggota
DPR yang pandai mendengar bukan yang pandai berbicara.”
Aku pun hanya diam merenungi kata
demi kata yang di ucapkan badut kecil itu.
“Kata emak lagi, di jaman
sekarang yang serba sulit ini, rakyat lebih membutuhkan anggota DPR yang pandai mendengar segala keluh kesah rakyatnya, bukan
anggota DPR yang cuma pintar cuap
sana cuap sini, bicara nya persis kaya tukang obat di pinggir jalan.”
Jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
“Hebat ya emakmu, Dut, sekarang
tinggal dimana ‘emakmu ?.” Tanyaku salut pada emaknya si badut.
“Di karet !.” Jawabnya singkat.
“Oh, sekeluarga kamu tinggal di
karet ?.” Tanyaku pada si badut.
“Sekarang emakku sudah di karet,
persis bulan puasa tahun yang lalu, emakku meninggal dunia karena paru-paru.”
Jelasnya sedih.
“Inalillahi…Oh….” Aku pun
kehabisan kata-kata lagi dan cuma bisa diam menatapi si badut.
Si badut kecil mulai mengenakan
kembali riasan dan wig nya, lengkap sudah dandanannya dan kini menjelma kembali
menjadi badut.
“Oh, iya, Om…bayarannya mana ?.”
Tanyanya sambil menodongkan tangannya padaku.
“Oh, eh … iii…iya.” Akupun sempat
tersentak kaget sesaat. Secepatnya aku pun menyerahkan selembar uang kepadanya
tanpa sempat ku lihat lagi.
“Seratus ribu ?.” Mata si badut
memelototi uang itu. “Gak ada kembaliannya, Om !.” Katanya ceria.
“Ya sudah buat kamu semua !.”
Jawabku santai.
“Bener nih, Om ?.” Tanya nya tak
percaya.
Aku cuma mengangguk saja tanda
setuju.
“Hehehe …Alhamadulillah, doaku dikabulin
sama Allah, mak !.” Sahutnya gembira.
Dengan bergegas, badut kecil itu
menciumi tanganku, sambil berkata, “Ma kasih, Om… ma kasih, siang ini juga aku
mau ngajak bapak nyekar ke makam emak.” Badut kecil itu
beranjak pergi.
Aku pun hanya memandangi badut
kecil itu, berjalan sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan yang semakin jauh
meninggalkanku.
Seketika mataku tertuju kepada
beberapa lembar foto-foto yang ada di tanganku. Si badut kecil yang lucu dengan
berbagai gaya nya dan aku seorang anak muda yang sulit tersenyum, duduk diam
tanpa gaya. Ku pandangi lagi foto-foto itu, kupandangi si badut kecil, kemudian
diriku, kupandangi lagi si badut kecil begitu seterusnya kupandangi bergantian
beberapa saat. Sebuah pemandangan yang kontras.
Akhirnya aku pun tersenyum.
Hehehe, benar juga emakmu bilang, Dut…hidupmu lebih mulia sekarang jadi badut
bisa menghibur orang dari pada nanti, jadi anggota DPR bisa nya nyakitin hati rakyat doang.”
Lebak Wangi, Bogor, 8 Agustus
2010
wans_sabang
KETERANGAN
1. PS : Play Station
2. Dengkur : Tertidur pulas sampai mendengkur
3. Klening serpis : cleaning service
4. Karet : salah satu nama TPU (Tempat Pemakaman Umum) di
jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar