Minggu, 09 Juni 2013

Badut


Dut, badut, badut jaman sekarang …  mong, omong, omong, omong sembarang,
di televisi,di koran koran, di dalam radio, di atas mimbar,
Para pengaku intelek, Tingkah polahnya lebihi badut
Kaum pencuri tikus. Politikus palsu saingi badut …

Di terik siang ini lagu “Badut” yang dengan lantang dinyanyikan Iwan Fals, cukup membuatku tersenyum. Masa sih para pengaku intelek dan politikus palsu di samakan dengan badut?.

Badut itu lucu?, buat sebagian anak kecil. Tapi buatku sewaktu kecil, melihat badut itu sama seperti melihat monster, menakutkan. Cuma karena make up nya badut saja yang lebih meriah, penuh warna warnI. Jadi menurutku badut itu adalah monster yang di lucu-lucu in ketika itu.  Ya maklum saja nama nya juga anak kecil yang bebas berpendapat. Maaf ya Om badut bukan bermaksud untuk mendiskriminasikan profesi seorang badut. Seiring dengan beranjak nya umur dan pengetahuan tentu saja pendapatku tentang badut juga  berubah.

Siang ini, Klienku  (Seorang Pejabat PEMDA dan seorang Konsultan) ingin bertemu denganku di Taman Mini (TMII). Aneh?, Pikirku. Ketemuan kok di taman mini?, kenapa tidak di restauran atau di food court sebuah mall atau di tempat karaoke sekalian mumpung semua biaya entertain klien di tanggung oleh perusahaan.

Dengan alasan, Kalau hari biasa di Taman Mini, enak Mas, tempat nya sepi, adem dan parkiran nya luas, jadi gak buang-buang waktu nyari tempat parkir, coba kalau di mall, pas jam makan siang, nyari parkiran nya saja sudah membuat kita stress, begitulah alasannya padaku. Hehehe, iya juga sih, Jawabku singkat untuk menyenangkan hati klienku, karena menyenangkan hati klien adalah bagian dari pekerjaanku, sebagai seorang sales alat-alat berat.

Sambil makan siang dan basa basi, kemudian urusan administrasi selesai  dan masalah Fee yang dijanjikan oleh perusahaan untuk klienku beres, akhirnya mereka pun pamit untuk pulang.

Dan aku … setelah membayar bon makan di restauran tempat kami makan tadi, apalagi ya?. Mau balik lagi ke kantor rasa nya malas banget, belum apa-apa sudah terbayang super macetnya jalan Thamrin-Sudirman. Ah, Nanti sore saja telepon Boss, laporan kalau pertemuanku dengan klien tadi telah berjalan lancar dan nampaknya mereka senang dengan janji fee yang akan perusahaan kami berikan apabila pembelian dan penyewaan alat-alat berat untuk proyek perbaikan jalan jatuh ke perusahaanku.  Selesai laporan ke Boss, langsung saja pulang ke rumah, gak usah balik ke kantor lagi. Hm, mantap !, akhirnya ketemu juga solusinya agar aku bisa santai-santai dulu di Taman Mini.

Di bawah pohon rindang yang besar, aku coba untuk menenangkan pikiran dari segala urusan pekerjaan yang telah benyak menyita waktuku sehari-hari. Beberapa pedagang kopi dengan menenteng-nenteng termosnya, menawarkan kopi, teh manis atau minuman panas lainnya padaku, aku jawab  terima kasih, karena aku baru saja selesai makan. Mereka pun akhirnya berlalu dan membiarkan ku sendiri.

Ketika aku sedang menghayal kalau sebentar lagi juga aku akan menerima komisi penjualan yang cukup lumayan jumlahnya kalau proyek perbaikan jalan itu jadi memakai alat-alat berat dari peusahaanku. Seorang badut kecil yang tiba-tiba saja sudah ada di depanku cukup mengagetkanku dan membuyarkan hayalanku seketika itu juga.

“Om, Foto, Om … Foto sama badut, Om !. Aku  hanya bengong menatapnya.

Sedikit demi sedikit  senyumku pun akhirnya mengembang. Hehehe…foto sama badut?, buat apa?, seperti gak ada kerjaan saja ?. Pikir ku dalam hati. Tapi…sekedar untuk menebus rasa bersalahku sewaktu kecil yang menganggap badut itu sama dengan monster, Hmm…boleh juga deh !, buat ‘nyeneng-nyenengin’ si badut kecil itu.

Dengan berbagai gaya yang di lucu-lucuin badut kecil itu berfoto ria di sampingku.  Sementara aku diam saja tanpa ekspresi sedikitpun ketika Tukang foto amatir mulai menjepretkan kamera nya.  Selesai beberapa jepretan, aku pun membayarnya dan Tukang foto amatir itu pun pergi. Akhirnya tinggal aku dan si badut kecil yang masih duduk-duduk di bawah pohon rindang itu.

Badut kecil itu melepaskan riasan topeng dan wig nya karena asesoris itu cukup membuatnya gerah. Dengan wajah masih dipenuhi make up warna-warni yang tebal. Hehehe, dengan mimik wajahnya yang polos, dipoles dengan make up badut, anak ini nampak lucu juga. Akhirnya aku pun tersenyum. Sebuah senyum yang mahal di kala pikiranku stress memikirkan pekerjaanku.

“Gak sekolah?.” Tanyaku sok perduli, mencoba membuka obrolan kami berdua.

“Gak Om !.” Jawabnya acuh sambil mengipas-ngipaskan wignya untuk mengusir gerah.

Dalam hati kecilku lantas saja menyalahkan orang tua anak ini, yang dalam usia sekolah tapi telah membiarkan anak ini kerja jadi badut dan tidak bersekolah.

“Gak sekolah, kamu mau jadi badut terus?.” Tanyaku penasaran.

“Siapa juga yang mau jadi badut terus?, aku cita-cita nya mau jadi anggota DPR, Om?.” Jawabnya mantap.

Wow, tinggi juga cita-cita anak ini, bisikku dalam hati. “Terus kenapa gak sekolah?.” Tanyaku lagi.

“Lagi libur, Om … sebentar lagi kan puasa ?.” Jawabnya santai.

“Puasa ?.” Kok aku gak ‘ngeh kalau sebentar lagi puasa, bisik hatiku.

“Dalam rangka menyambut bulan puasa, sekolah-sekolah diliburin, Om.” Badut kecil itu menerangkan.

“Lho, apa hubungan nya ?, Jadi karena mau bulan puasa sekolah diliburin ?.” Tanyaku penasaran.

“Hehehe, gak tau tuh, Om !, aku sih seneng aja sekolah diliburin, bisa nyari duit jadi badut.” Kata badut 
kecil.

“Duitnya buat bayar sekolah ?.” Tanyaku sok yakin.

“Gak juga !, sebagian aku kasih ‘emak, sebagian lagi buat jajan dan main PS, Om.” Jawabnya polos.

Hehehe, jawaban yang jujur dari seorang anak kecil. Aku suka sekali anak kecil yang berani bicara jujur dan apa adanya. Aku berharap semoga nanti kalau ia sudah dewasa sikap nya pun tidak berubah, jujur dan apa adanya. Ah, aku berharap terlalu banyak, diriku pun tidak bisa bersikap seperti itu apalagi ketika aku sebagai seorang sales yang harus bisa menjual barang daganganku. Barang jelek, aku bilang, gampanglah itu !, semua bisa diatur kok, yang pentingkan ada fee nya. Barang kurang bagus, aku bilang bagus sekali. Barang bagus, sudah barang tentu harganya akan lebih mahal dari yang lainnya. Kalau aku harus bicara jujur dan apa adanya, bagaimana barang daganganku mau laku ?. Sebentar kerja saja, sudah pasti aku dipecat karena penjualan tidak mencapai target.

“Bagaimana bisa jadi anggota DPR kalau kerja nya main PS melulu ?.” Sindirku pada si badut.

“Loh !, jadi anggota DPR kan gak perlu pintar, Om… yang penting berani, vokal dan banyak koneksi.” Jawab nya  meyakinkan.

“Kata siapa begitu ?.” Tanyaku menyelidik.

“Bapak !.” Jawabnya lagi. “Anggota DPR itu kan kerja nya : Datang, Duduk, Diam,Dengkur, terus Duit deh !, yang diperlukan bukan kepintaran, Om… tapi cerdik dalam melihat semua peluang yang ada.” Jawabnya mencoba menjelaskan kepadaku.

“Sok tahu kamu !.” Jawabku ketus.

“Ya jelas tahu, dong !, bapakku itu kan kerja nya klening serpis’ di gedung DPR, tiap pagi bapakku itu yang membersihkan ruangan kerjanya dan menyuguhkan teh manis atau kopi buat bapak-bapak anggota DPR.” Jawab nya tak mau kalah.

Aku diam kehabisan kata.

“Kata bapakku lagi, dalam rangka menyambut bulan puasa ini bukan hanya sekolah-sekolah saja yang diliburin tapi bapak-bapak anggota DPR juga diliburin, masa Reseskata bapakku dari tanggal 31 juli sampai tanggal 15 agustus nanti, Om.” Jelas si badut lagi yang ingin membuatku nampak bodoh karena tidak tahu informasi tentang itu.

“Wow, 2 minggu liburnya ?, enak banget ya jadi anggota DPR ?.” Jawabku nampak polos.

“Maka nya tadi kan aku sudah bilang , kalau sudah besar aku mau nya jadi anggota DPR saja !.” Jawabnya 
mengingatkan aku.

“Terus kalau libur nya sampai 2 minggu dan rakyat ada masalah, mereka mau mengadu kemana ?.” Tanyaku 
semakin nampak bodoh.

“Gak tahu !, EGP, Om !. Jawabnya singkat.

EGP, EGP, EGP … aku berfikir sebentar untuk mencerna kata-katanya. Hehehe, benar juga badut kecil 
itu, EGP, Emangnya Gue Pikirin !.  Bapak-bapak anggota DPR nya saja gak mikirin, kenapa aku repot-repot memikirkan nasib rakyat. Huh, Dasar !. EGP !.

“Tapi, Om..emakku sepertinya gak suka kalau aku punya cita-cita jadi anggota DPR.” Jelasnya sedih.

“Kenapa, emak mu melarang ?.” Tanyaku menyelidik.

“Melarang sih gak, Om… tapi kata emak, hidup aku lebih mulia sekarang jadi badut dari pada nanti kalau 
jadi anggota DPR.” Jelasnya menerawang.

“Kok emakmu bisa bilang begitu?.” Tanyaku tak percaya.

“Ya, kata emak kalau sekarang aku jadi badut kan kerja nya menghibur orang nanti kalau jadi anggota DPR kerja nya malah nyakitin orang.” Jelasnya tambah sedih. “Emak juga bilang, kalau pun aku terpaksa nanti jadi anggota DPR, jadi lah anggota DPR yang pandai mendengar bukan yang pandai berbicara.”

Aku pun hanya diam merenungi kata demi kata yang di ucapkan badut kecil itu.

“Kata emak lagi, di jaman sekarang yang serba sulit ini, rakyat lebih membutuhkan anggota DPR yang pandai mendengar segala keluh kesah rakyatnya, bukan anggota DPR yang cuma  pintar cuap sana cuap sini, bicara nya persis kaya tukang obat di pinggir jalan.” Jelasnya dengan mata berkaca-kaca.

“Hebat ya emakmu, Dut, sekarang tinggal dimana ‘emakmu ?.” Tanyaku salut pada emaknya si badut.

“Di karet !.” Jawabnya singkat.

“Oh, sekeluarga kamu tinggal di karet ?.” Tanyaku pada si badut.

“Sekarang emakku sudah di karet, persis bulan puasa tahun yang lalu, emakku meninggal dunia karena paru-paru.” Jelasnya sedih.

“Inalillahi…Oh….” Aku pun kehabisan kata-kata lagi dan cuma bisa diam menatapi si badut.

Si badut kecil mulai mengenakan kembali riasan dan wig nya, lengkap sudah dandanannya dan kini menjelma kembali menjadi badut.

“Oh, iya, Om…bayarannya mana ?.” Tanyanya sambil menodongkan tangannya padaku.

“Oh, eh … iii…iya.” Akupun sempat tersentak kaget sesaat. Secepatnya aku pun menyerahkan selembar uang kepadanya tanpa sempat ku lihat lagi.

“Seratus ribu ?.” Mata si badut memelototi uang itu. “Gak ada kembaliannya, Om !.” Katanya ceria.

“Ya sudah buat kamu semua !.” Jawabku santai.

“Bener nih, Om ?.” Tanya nya tak percaya.

Aku cuma mengangguk saja tanda setuju.

“Hehehe …Alhamadulillah, doaku dikabulin sama Allah, mak !.” Sahutnya gembira.
Dengan bergegas, badut kecil itu menciumi tanganku, sambil berkata, “Ma kasih, Om… ma kasih, siang ini juga aku mau ngajak bapak nyekar ke makam emak.” Badut kecil itu beranjak pergi.
Aku pun hanya memandangi badut kecil itu, berjalan sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan yang semakin jauh meninggalkanku.

Seketika mataku tertuju kepada beberapa lembar foto-foto yang ada di tanganku. Si badut kecil yang lucu dengan berbagai gaya nya dan aku seorang anak muda yang sulit tersenyum, duduk diam tanpa gaya. Ku pandangi lagi foto-foto itu, kupandangi si badut kecil, kemudian diriku, kupandangi lagi si badut kecil begitu seterusnya kupandangi bergantian beberapa saat. Sebuah pemandangan yang kontras.

Akhirnya aku pun tersenyum. Hehehe, benar juga emakmu bilang, Dut…hidupmu lebih mulia sekarang jadi badut bisa menghibur orang dari pada nanti, jadi anggota DPR bisa nya nyakitin hati rakyat doang.”


Lebak Wangi, Bogor, 8 Agustus 2010
wans_sabang
KETERANGAN
1. PS : Play Station
2. Dengkur : Tertidur pulas sampai mendengkur
3. Klening serpis : cleaning service
4. Karet : salah satu nama TPU (Tempat Pemakaman Umum) di jakarta

Tidak ada komentar: