Ayo lekas di
tangkap !, Jangan di beri ampun …
Kata-kata
di atas adalah sebuah lirik lagu anak-anak yang telah akrab di telinga kita.
Dari
jaman bapak saya masih anak kecil, sampai sekarang saya sudah menjadi bapak dan
punya anak kecil, lagu tersebut tetap saja masih sering diperdengarkan.
Pada
lagu tersebut ada nasehat dan pengajaran kepada kita yang telah ditanamkan
sejak kita masih TK. Nilai-nilai moral yang terdapat pada lirik lagu tersebut
sangat sederhana dan mudah di cerna. Anak TK pun bisa cepat memahaminya.
Si
Kancil, merupakan simbol binatang yang cerdik. Cerdik bukan dalam arti pandai
dan pintar tetapi cerdik dalam arti licik dan curang. Karena kelicikan dan
kecurangannya, dalam lirik lagu tersebut si Kancil di ‘konotasi’
kan sebagai “anak nakal yang suka mencuri”.
Pesan
moral pertama pada lagu tersebut adalah ; siapa pun yang mencuri
disebut atau di kelompokkan sebagai anak nakal.
Pertanyaannya
adalah : apakah pesan moral tersebut masih tetap sama dan tidak berubah dari
jaman dahulu sampai sekarang ?. Atau, apakah nilai-nilai pesan moralnya telah
terjadi degradasi, sehingga timbul pendapat ;
Siapa pun
yang mencuri belum tentu disebut atau di kelompokkan sebagai anak nakal, bisa
saja anak baik atau orang-orang yang terkesan baik dan terhormat pun ternyata
suka atau hobinya mencuri.
Pesan
moral kedua pada lagu tersebut adalah ; siapa pun yang mencuri, Ayo,
lekas di tangkap !. Ditangkap sama artinya dengan di hukum atau
secepatnya dilakukan proses hukum terhadap siapa pun yang mencuri tanpa
rekayasa dan pandang bulu, menganut asas keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pesan
moral ketiga pada lagu tersebut adalah ; pencuri yang sudah ditangkap,
ya jangan diberi ampun. Jangan diberi ampun, sama artinya dengan
pencuri yang telah ditangkap, harus diberikan sangsi hukum yang setimpal
sehingga akan menimbulkan efek jera bagi orang lain yang berniat untuk mencuri.
Tindakan ‘preventif’ atau pencegahan selalu akan lebih baik
dari pada tindakan ‘kuratif’ atau “mengobati”.
Al-kisah
dalam sebuah dongeng, Pak Tani yang sudah geram karena
kebunnya selalu dicuri oleh si Kancil, Ia berusaha keras
untuk menangkap si Kancil yang terkenal cerdik itu.
Dengan
seluruh keseriusan dan kesungguhannya, serta berbagai cara akhirnya Pak
Tani pun berhasil menjebak, menjerat lalu menangkap si
Kancil sehingga akhirnya si Kancil tak berdaya.
Kalau
saya analogikan : Indonesia sebagai sebuah kebun yang maha luas, Pemilik
kebunnya adalah Rakyat Indonesia dan Pak Tani nya adalah
orang-orang yang di amanat kan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga,
melindungi dan merawat kebun tersebut. dari gangguan si Kancil atau
anak-anak nakal yang suka mencuri.
Kebun
yang bernama Indonesia bukan hanya ditanami ketimun, tomat dan cabe saja. Di
dalam kebun Indonesia juga terdapat banyak kekayaan alam lainnya, baik yang
hayati maupun non hayati seperti ; hutan, kelapa sawit, karet, minyak bumi,
emas, batu bara, dan lain-lainnya.
Indonesia
sebagai sebuah kebun yang bukan hanya menggiurkan namun juga mampu menerbitkan
air liur bagi si Kancil.
Dan
ironisya, bukan hanya si Kancil yang terbit air liur nya
melihat sumber kekayaan alam Indonesia tapi Pak Tani yang
lemah imannya dari kalangan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif , dari tingkat
kelurahan sampai struktur pemerintahan tertinggi, dari Sabang sampai Merauke,
yang seharusnya menjaga, melindungi dan merawat kebun Indonesia, eh … malah
ikut-ikutan jadi si Kancil.
Ironis
memang, orang-orang yang terkesan baik dan terhormat ternyata adalah si
Kancil yang suka mencuri di kebun Indonesia, lolos begitu saja dan
tidak mudah di tangkap. Kalau pun sempat ditangkap, sulit sekali untuk dijerat
oleh hukum. Pak Tani yang seharusnya serius dan
sungguh-sungguh menangkap si Kancil ternyata sama saja
; setali tiga uang, sama aja bo’ong, musang berbulu domba, pagar makan
tanaman, si melekete !, wes ewes ewes bablas kancil’ne, preketeeeew,
preeeeeeeeettt !.
Sungguh,
kita telah salah memberi amanat itu. Ah, apa gunanya penyesalan?.
Pantas
saja, ketika si Kancil mencuri Ketimun, Kok Pak Tani nya gak marah ?.
Bogor,
23 Agustus 2010
Wans_Sabang
Si kancil anak
nakal, suka mencuri ketimun,
Ayo lekas di
tangkap !, Jangan di beri ampun …
Nyanyian lagu
anak-anak tersebut semakin lama semakin sayup terdengar
dari speaker mainan
“Odong-Odong” yang ditumpangi putriku terkecil.
Bapak Tukang
Odong-Odong itu pun membuyarkan lamunanku,
“Pak … Pak …
sudah habis, Pak, Ongkosnya, Pak !.
Aku pun
memberikan uang seribu, lalu Bapak Tukang Odong-Odong itu pun pergi.
Sambil
menggendong putriku terkecil, tanpa terasa air mata menetes menghangati pipi,
“Duh, Indonesia
… apa yang bisa kuwariskan untukmu nanti, Nak ?,
selain cuma
kemiskinan dan kebodohan saja ….”
Ilustrasi Gambar : mizan.com
Ilustrasi Gambar : mizan.com
·
Tidak ada komentar:
Posting Komentar