Kamis, 02 Mei 2013

Lelaki Bersayap




Mengenang kembali pemboman di JW Marriott dan Ritz-Carlton
di kawasan Mega Kuningan, Jakarta pada 17 Juli 2009.


Darah.
Nyawa.
Jiwa-jiwa.
Terpisah.
Beberapa detik setelah pemboman di gedung JW Marriot.
Hai, Lelaki bersayap itu datang.
Bersamaan dengan jiwa-jiwa bersayap terbang menuju cangkang telur mereka.
Yang nanti akan di tetaskan kembali…di alam lain.
Lelaki bersayap itu menyapaku.
“Hei, Pulan.” Sahut Lelaki bersayap ramah.
Heergg, aku menjawab dalam sekarat.
“Mana sayapku?.
“Jiwaku pun ingin terbang bersama-sama mereka… .”
Mati adalah janji.
Mati adalah pasti.
“Persoalan mati adalah persoalan mudah.”
“Semudah aku membalikkan telapak tangan.” Kata Lelaki bersayap tenang.
“Cepat berikan sayapku.”
“Aku tak ingin sekarat, aku tak ingin lama di dunia fana.”
“Siapa yang membuatmu sekarat?.”
“Siapa yang memisahkan jiwa-jiwa mereka?.”
“Apakah kamu pantas mengambil alih tugasku?.”
“Aku!. Akulah sang pencabut nyawa!.” Kata Lelaki bersayap lantang.
“Aku ingin cepat pulang dan tertidur di dalam cangkang telurku.”
“Menunggu untuk dibangunkan… .”
Para polisi, pasukan anti teror beserta tim penjinak bom bergegas masuk ke dalam lobby gedung itu.
Polisi diluar gedung mengatur lalu lintas lalu memasang police line.
Didalam gedung, pasukan anti teror dan tim penjinak bom berjingkat berhati-hati menghindari kemungkinan terburuk : bom waktu.
Seperti daun-daun kering di sana-sini mayat bergelimpangan.
Satu, dua, tiga … jiwa-jiwa bersayap terbang.
Pecahan kaca yang tajam bercampur reruntuhan tembok dan serpihan besi memenuhi ruang lobby gedung.
Seisi ruang seperti diaduk puting beliung. Siapa yang berani menjamin kalau didalam lobby gedung itu masih ada orang yang selamat?.
Di bagian lain, orang-orang yang selamat berlarian panik melewati pintu darurat. Tangis histeris mereka adalah musik latar tragedi menyedihkan ini.
“Siapa yang menentukan mereka masih bisa menangis atau tidak hari ini?.” Tanya Lelaki bersayap kesal.
“Lihatlah!. Beberapa detik sebelum bom yang kau atur itu meledak, mereka masih bisa bertegur sapa.”
“Mereka masih diberi kesempatan untuk mengingat nama-Nya.”
“Mereka masih diberi kesempatan untuk menghargai dirinya sendiri.”
“Ini adalah perjuangan.”
“Perjuangan suci atas nama Tuhan.”
“Adalah hal biasa, bukankah dibutuhkan pengorbanan untuk melakukan perubahan?.”
“Perubahan yang akan membawa kita pada kedamaian.” Kataku mendebat kata-kata Lelaki bersayap itu.
Perjuangan suci lebih mulia dari pada aku cuma jadi seonggok tanah.
“Manusia memang tak mempunyai sayap seperti aku.”
“Tapi kata-katanya mempunyai banyak sayap.”
“Entahlah, sayap siapa yang mereka pakai?.”
“Mereka sering meminjam sayap Tuhan.”
“Tuhan yang mereka ciptakan sendiri. Bukan Tuhanku. Bukan Tuhannya mayat-mayat yang bergelimpangan.” Kata Lelaki bersayap tenang.
“Apakah kamu juga menganggapku sebagai seorang teroris?.”
“Tuhanku adalah Tuhan yang mencintai kedamaian.”
“Tuhan yang menyuruh umatnya untuk saling mengasihi.” Kata Lelaki bersayap.
“Cepat berikan sayap itu!. Aku sudah tidak kuat!.”
“Aku ingin segera bertemu dengan Tuhanku. Tuhan yang telah menjanjikan surga karena syahidku.” Pintaku segera.
Satu lagi… jiwa bersayap terbang.
Kamu tidak akan tahu akhirnya. Begitupun aku. Hanya Dia yang Maha Suci yang tahu apakah akan berada di surga bersama-Nya. Bisik Lelaki bersayap.
Tugasnya telah selesai, Lelaki bersayap itu pun pergi.
Tim Evakuasi mulai sibuk memasukkan para korban ledakan bom ke dalam ambulan.
JAKARTA, KOMPAS.com-Terdapat 62 korban ledakan bom di JW Marriott dan Ritz-Carlton di kawasan Mega Kuningan, Jakarta pada 17 Juli 2009.
Rincian korban sebagai berikut :
Meninggal dunia : 9 Orang
Luka –luka : 53 Orang
Jumlah korban : 62 Orang
Dari 53 korban luka tersebut, warga negara asing sejumlah 16 orang. Sedangkan WN Indonesia yang menjadi korban sebanyak 37 Orang.
*****
Kutu Kata, Lelaki Bersayap, 23062012

ilustrasi Gambar : www.iwallscreen.com

Tidak ada komentar: