Berikan kami, Tuan.. biar dagingnya buat
Tuan, tulangnya buat saya…kasihani kami, Tuan, perut kami lapar,
anak-anak kami juga lapar… miaaauuuuw, miaaaauuuw, miauw.
Kucing itu menggosok-gosokkan kepala dan punggungnya pada sepatu Baly made in Italy. Kucing itu bermanja, ia berharap Tuannya mengasihaninya.
Sebuah kaki kanan yang dibalut celana berbahan american wool dan sepatu Baly nya menggeser kepala kucing yang telah membuatnya kaget.
“Sial!, apa sih?.” Dilongoknya di kolong meja. “Kurang ajar!, bikin kaget saja!.”
Miiiauuuww, Miiiaaaauuuw… kasihani kami
Tuan, dangingnya buat Tuan, cukup tulangnya saja buat kami.. kasihani
kami, miiiiiaaauuuuw. Mata Kucing kampung itu sedih.
“Cuma kucing saja, Pi… Kok kagetnya sampai begitu?.”
“Dasar kucing kampung!, bisanya ganggu saja!.” Teriak Papi Parlente kesal.
“Huh!, mami sih, Papi ajak makan sop buntut di Daiichi hotel, ehhh malah milihnya di kaki lima.”
“Rasanya gak kalah kan dengan hotel
bintang lima?.” Tanya si Mami berpromosi. “Dulu waktu kita masih gembel,
merantau dari kampung ke Jakarta, Papi pernah bilang ; rasanya mimpi
deh Mi, bisa makan sop kambing di warung itu.”
“Hehehehe, ingat gak Pi?.” Tanya Mami
lagi. “Kapan kita bisa makan sop kambing ya, Mi, bosan makannya kangkung
lagi, kangkung lagi. Dulu kan Papi sering ngeluh begitu.”
“Hehehehe, anggap saja ini nostalgia waktu kita masih gembel dulu, Pi.”
“Itukan dulu, Mi.” Sahut Papi kesal. “Sejak Papi diangkat jadi Bendahara Partai, segalanya kan jadi berubah, Mi.”
“Sekarang mau duit tinggal petik!, persis kaya rumput, habis dipetik, ehh dia tumbuh lagi.” Kata Papi Parlente sombong.
“Buat orang kaya seperti kita ini apalah artinya buang duit sejuta dua juta sekali makan yang penting suasananya nyaman.”
“Ya, sudah lah Pi, masa sih gara-gara kucing, Papi marah-marah melulu, hati-hati nanti bisa stroke.”
Tiba-tiba saja … Miiiaaauw, miiiaaaauw. Kucing kampung mengiba-iba lagi, menggosok-gosokkan kepalanya ke kaki Papi Parlente.
“Kurang ajar!.” Ditendangnya kucing itu hingga terpental beberapa senti.
“Braak!.” Bunyi suara pistol Barreta 92
buatan Italia yang di gebrakkan di atas meja, sejenis pistol genggam
yang suka dibawa oleh para pejabat atau anggota Dewan kita.
“Pelayaaaannnn!.”
Pelayan tergopoh-gopoh diteriakki “orang penting” itu.
Sambil mengacungkan pistol genggamnya.
“Kamu usir kucing itu!, kalau tidak bisa usir, bukan hanya kucingnya
yang saya tembak tapi kamu nya juga!.”
Dengan gemetar, Pelayan itu menjawab takut. “I.. i.. iya, Tuan!.”
Huss!, huss!, huss!. Pelayan berusaha mengusir si kucing.
Kucing tak mau beranjak malah merapat ke
tembok. Miaaau, miaaauuu, miaaauuu, kami cuma minta tulangnya saja,
Tuan… dagingnya biar Tuan makan sepuasnya, kasihani kami… kasihan
anak-anak kami yang lapar, miiiauu miaaauuu.”
Digetoknya kucing itu dengan gagang
sapu. Sekali getok, kucing itu masih diam tak beranjak. Setelah beberapa
kali dan dengan getokkan yang makin keras akhirnya kucing itu bergeser.
Di depan pintu warung, kucing itu masih
mengiba, mengharap belas kasih manusia. Miaaauuuu, kasihani kami,
Tuaaan, kami lapaaarrr.
Diambilnya air yang ada didalam panci dengan gayung lalu disiramkan ke arah kucing. Uff!, si pelayan telah salah ambil air. Ternyata yang disiramkan adalah air panas yang baru saja matang.
Kucing kampung itu kaget. Miaaaw!.
Karena kaget dan kepanasan, kucing itu terloncat lalu berlari serabutan
ke tengah jalan. Mobil sedan yang melaju kencang seketika itu juga
menggilasnya tanpa ampun.
Telah terjadi tabrak lari. Jangankan
pada kucing, pada sesama manusia saja banyak orang yang tidak perduli.
Si penabraknya tidak perduli dan orang-orang yang melihatnya ikut tidak
perduli. Masa bodoh!, cari aman saja, gak mau terlibat, gak mau jadi
saksi, wah repot urusannya nanti, sejuta alasan yang kita cipta karena
jiwa kita yang “sakit”.
Di seberang jalan, lima ekor anak
kucing menangis melihat Ibu tercintanya meninggal tragis. Miaaauuuw,
miaaauuw, Tuhan, Tuhan dimanakah Kau?.”
******
Lelaki tua berpakaian lusuh. Dengan
tongkat yang menopang kaki kanannya. Walaupun telah ia topang, tetap
saja ia seret-seret kakinya yang sudah tak bisa bergerak itu.
Di depan sebuah warung kaki lima. Lelaki
tua itu mengemis. “Tolong kami, Tuan… kami lapar, sejak pagi kami belum
makan, beri kami sedikit saja… .
Keluarga kucing seukuran manusia sedang bersantap di meja makan.
“Kasih, Ma…nanti dia bisa mati kelaparan!.” Kata salah satu anak kucing.
“Huh, dasar pemalas!.” Sahut ibu kucing. “Bisanya cuma ngemis doang!.”
Di lemparkannya sekerat tulang yang telah tandas dagingnya oleh salah satu anak kucing lainnya. “Nih, makanlah!.”
Dilihatnya tulang kaki kambing yang
berasal dari sop itu. Dengan sedih, ia mengemis lagi. “Tolonglah beri
kami sedikit saja nasi dan dagingnya… kasihani kami, tulang itu!,
bagaimana kami bisa memakannya.”
“Hahahaha… .” Anak-anak kucing dan Ibu
nya tertawa menghina. “Hahaha, sudah dikasih tulang malah mau daging,
hahaha… nanti dikasih daging malah minta jantung!.”
“Huh!. Dasar manusia selalu saja serakah!.” Sahut ibu kucing bengis.
Pasien itu berontak-rontak menggerak-gerakkan tangan dan kakinya kacau.
“Dokter!, Dokter lihatlah, Dok, sudah sadar Dok, sudah bergerak,Dok!.“ Kata wanita setengah baya itu pada Dokter.
Sebentar bergeraknya setelah itu tubuh pasien itu diam terbujur kaku.
“Ah, cuma mengigau saja!.”
*****
“Ini sudah stroke yang kedua, kondisi
nya sudah tak sadarkan diri.” Kata Dokter kepada wanita setengah baya.
“Stroke lagi bisa mati, Bu.”
“Tapi, Dok… saya tak habis pikir,
setelah stroke pertama, bagian kanan tubuhnya lumpuh, tangan dan kaki
kanannya tak bisa di gerakkan, mulutnya miring dan … yang si Papi bisa
ucapkan cuma ; miaaauuuw, miaaauuw. lemah suaranya nyaris tidak
terdengar, seperti suara anak kucing, Dok.”
“Kenapa ya, Dok?, apa ada hubungan nya dengan kucing?.”
“Maksudnya?.” Tanya Dokter bingung.
Dokter itu menggaruk-garuk kepalanya yang setengah botak. “Apa
Pak Nazar
makan daging kucing?, hiiiiii.” Tanya Dokter sambil bergidik jijik.
“Gak lah, Dok!, masa si Papi makan sop kucing sih?. Ada-ada saja Dokter ini.”
“Ya, kalau gak makan daging kucing, berarti tidak ada hubungannya stroke dengan kucing.”
“Apa karena si Papi dihantui oleh roh kucing yang jahat?.”
“Ah, ibu sekolahkan?. Tanya Dokter kesal. “Masih percaya tahayul?.”
“Selain pola makan… (sambil menunjuk ke arah kepalanya yang botak), pikiran juga gak boleh stress.” Kata Dokter menjelaskan.
Oh Tuhan, apa Papi stress karena dapat surat panggilan dari KPK?. Bisik batin wanita setengah baya itu.
*****
Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri “Para Kucing” menjatuhkan
hukuman pidana penjara selama empat tahun dan 10 bulan atau 58 bulan
dikurangi masa tahanan sebelumnya serta denda Rp200 juta kepada Pak
Nazar si Papi Parlente.
Setelah
putusan dibacakan oleh hakim kucing, masyarakat kucing heboh
mengeong-ngeong kesana kemari, suasana pengadilan jadi kacau. Masyarakat
kucing menuntut agar Papi Parlente itu dihukum mati. Karena kasus
korupsinya yang menggurita, selain jumlah hasil korupsinya besar, juga
melibatkan para pejabat tinggi kucing, anggota Dewan kucing, Ketua
Partai kucing dan anak presiden kucing.
Ketokan palu
berkali-kali dari hakim kucing, serta ajakannya agar para hadirin di
ruang persidangan itu tenang di acuhkan oleh mereka. Suasana ruang
sidang jadi tidak terkendali. Ada yang melempar kursi ke meja hakim. Ada
yang mengeroyok pengacaranya si Papi. Dari arah belakang, seekor kucing
muda, mengacungkan pistol Barreta 92 yang siap di ledakkan.
“Dor!, Dor!, Dor!.” Tiga peluru bersarang di jantung, paru-paru dan perut si Papi yang sedang di kawal oleh polisi kucing.
Tubuh si Papi ambruk, mengerang sekarat, dalam sakratul mautnya ia hanya berucap ; mmiiaauw!.
Ya Allah!, wanita setengah baya yang tadi duduk tertidur disamping suaminya terbangun kaget karena
bermimpi aneh.
Tiiiiiittttttt.
Bunyi yang berasal dari alat detak jantung. Yang menunjukkan kalau
detak jantung si pasien telah berhenti berdetak.
“Papiiiiii … .!.”
*****
Kucing muda
yang telah menembak Pak Nazar, diduga kabur melarikan diri ke Singapur,
Thailand, Vietnam. Di kuntit terus oleh para Interpol kucing. Karena
buat KPK negeri kucing, Pak Nazar selain sebagai terdakwa, dia juga
merupakan saksi penting untuk terungkapnya mega skandal korupsi. Kata
Ketua KPK, Pelaku penembakan adalah saksi kunci yang perlu diselidiki,
siapa dalang sebenarnya jangan sampai kasus ini buntu seperti
kasus-kasus lainnya.
Akhirnya, Kucing muda pelaku penembakan itu tertangkap di Colombia, setelah berbulan-bulan kabur.
Dihantui Roh Kucing - 03052012
Keterangan Gambar : Kucing Mati - Karya : Wans Sabang, 08042013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar